Renungan RamadhanHari ke-24
Dosa Yang Lebih Besar Dari Dosa
Setiap manusia pasti pernah berdosa. Akan tetapi, yang membedakan mereka yang pernah berbuat dosa adalah sikap mereka setelah itu. Ada yang bertaubat langsung setelah sadar akan dosa yang diperbuatnya, merekalah orang yang terbaik. Ada juga yang terus menerus tenggelam dalam lumpur dosa. Mereka yang tenggelam ini terbagi dalam dua golongan, yang pertama adalah orang yang merasa pede, dan yang kedua adalah oragn yang putus asa.
Kedua golongan itu lah yang sedang terperosok dalam dosa yang lebih besar dari lumpur dosa yang pertama. Mereka digerogoti penyakit hati berupa ridak takut pada azab Allah Ta’ala dan rasa putus asa dari rahmat Allah Ta’ala.
Rasulullah bersabda: “Di antara dosa besar adalah mensekutukan Allah Ta’ala, merasa aman dari siksa Allah Ta’ala dan berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala” (HR. Al Bazzar dan Ibnu Abi Hatim)
Dinyatakan sebagai dosa yang lebih besar dari dosa sebelumnya, karena dua sikap tersebut merupakan penyakit hati, sedangkan dosa yang dilakukan sebelum itu bisa jadi hanya berupa amalan lahiriah saja. Alasan lainnya adalah, karena kedua sikap itu akan membuat pelakunya terus bergelimangan dalam dosa.
Orang yang berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala, jika ia disuruh bertaubat, ia akan berkata, “biarlah aku tetap seperti ini, karena sudah bertumpuk banyak dosaku, tidak mungkin lagi akan diampuni oleh Allah Ta’ala”.
Orang yang merasa aman dari siksa Allah Ta’ala dan tidak takut pada azabNya, jika ia berbuat maksiat dan disuruh bertaubat, ia akan berkata, “Allah Ta’ala kan Maha Pengampun, pastilah aku akan diampuni oleh Allah Ta’ala walaupun terus berbuat dosa”
Kedua sikap di atas sikap yang sangat salah, karena yang diperintahkan Allah Ta’ala dan RasulNya bagi orang yang berbuat dosa adalah bertaubat. Bukannya terus menerus dengan santainya berdosa.
Ada sebagian orang yang terlalu pede (percaya diri) dengan tauhid yang diyakininya. Sehingga, bila ia berbuat dosa, seperti tidak amanah, menipu rekan kerja, menzalimi tetangga, lalu ia dinasehati agar bertaubat, maka ia akan menjawab, “Yang penting aku tidak berbuat syirik (menyekutukan Allah Ta’ala) dan tidak mengerjakan bid’ah”. Ia merasa aman dari azab Allah Ta’ala dan tidak takut pada siksa Allah Ta’ala dengan bermodalkan tauhidnya.
Bukankah nanti di hari akhirat akan ada orang-oragn mukmin yang diazab di neraka karena lebih banyak timbangan dosanya dibandingkan pahalanya? Siapa yang akan menjamin bahwa Allah Ta’ala akan pasti mengampuni dirinya dari dosanya dengan modal taudih di hatinya? Apakah ia sudah yakin bahwa imannya sudah paling sempurna?
Sebenarnya, sikapnya ini sudah menunjukkan tidak sempurna imannya. Ibnu Mas’ud berkata, “seorang mukmin sejati, apabila ia berbuat dosa, maka ia merasa seperti berada di bawah gunung, sangat khawatir ia akan tertimpa gunung tersebut”.
Seorang mukmin sejati, harusnya merasa takut pada Allah Ta’ala. Bukan hanya takut pada dosa yang diperbuatnya, tapi juga takut jika amalan ibadahnya tidak diterima Allah Ta’ala.
Ketika Rasulullah pernah ditanya oleh Aisyah tentang makna ayat:
والذين يؤتون ما آتوا وقلوبهم وجلة
“orang-orang yang menginfakkan hartanya sedangkan hati mereka dalam keadaan takut”
Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakan orang yang hatinya dalam keadaan takut yang dimaksud dalam ayat itu adalah mereka pemabuk dan pencuri?” Rasulullah menjawab, “Bukan, mereka adalah orang yang rajin shalat, puasa dan sedekah, akan tetapi mereka takut bila amalan mereka tidak diterima Allah Ta’ala. Merekalah orang yang terus berlomba dalam kebaikan”.
Wahai hamba Allah Ta’ala.
Marilah menjadi mukmin sejati, mewujudkan cita-cita takwa. Mari berlomba dalam kebaikan. Bila memang sempat terjerumus dalam dosa, berlombalah untuk bertaubat pada Allah Ta’ala. Sungguh Allah Ta’ala Maha Penerima taubat.